Masa Orientasi Cinta (MOC) PART 3


Masa Orientasi Cinta

By: Poo ABG


“teeet… teeet…,” Bel keluar main berbunyi mengakhiri pelajaran matematika yang seak dulu tidak pernah ku sukai. Semula aku ingin ke kelas kak Hafiz untuk mengembalikan flashdisk yang ku pinjam dua hari yang lalu.
Melewati koridor yang menghubungkan antar kelas, tiba-tiba seseorang menarik tanganku dengan kasar.
“Aduh, maaf kak ini ada apa ya,” tanyaku kepada tiga orang kakak kelas yang masih memegang tanganku.
“Belagak banget sih ni anak,” Kata seseorang di antara mereka.
“Oh, jadi ini too, cewek kuper yang udah nyoba gangguin hubunganku sama Hafiz?” Sahut seseorang lagi.
“Maaf kak, tapi saya benar-benar ngga’ ngerti maksud kakak-kakak ini apa” jawabku keheranan sambil memegang tanganku yang masih sakit.
“Kamu itu belagak bego’ atau emang bego’ beneran sih? Maksud kita ya udah jelas dong.”
“Tapi saya memang bener-beer ngga’ ngerti kak,” aku masih bingung dengan kakak-kakak kelas yang tidak ku kenal ini.
“Kami bertiga itu mau ngingetin kamu biar ngga’ kecentilan sama Hafiz. Tapia was saja kalau Hafiz sampai tahu masalah ini”.
“Kamu ini mesti tahu kalau teman kami ini pacarnya Hafiz, jadi kamu ngga’ usah terlalu banyak berharap sama hHafiz”.
“Kalau kamu masih ngedeketin Hafiz, kamu ngga bakalan tenang”. Sela satunya.
“Pa…pacar kak Hafiz? Tapi saya benar-benar ngga’ tahu masalah ini” Jawabku.
“Ya udah, sekarang kamu udah tahu, jadi ngga’ usah deketin kak Hafiz lagi. Ngerti kan?” bentak mereka sambil memberikan tatapan yang sinis,  lebih sinis dari guru matematika yang menatap muridnya karena ketahuan nyontek. Mereka pun berlalu tanpa menoleh lagi.
***
“Aku benar-benar nggal ngerti masalah ini. Kenapa masalahnya jadi runyam gini sih?”
“Masalah apaan sih? Cerita dong sama sahabatmu ini!” aku tak menyadari keberadaan sahabatku, Icha, yang dari tadi memperhatikanku.
“Eh, kamu Cha’. Hmm…ngga’ ada masalah apa-apa kok” tentu saja aku berbohong padanya.
“Beneran ngga’ ada nih? Ya udah kalau emang ngga’ mau cerita. Eh, kita ke kantin yuk! Laper nih.”
“Hmmm… Sorry Cha aku ada keperluan lain, kamu duluan aja ntar aku nyusul”.
“It’s ok-lah kalau ngga’ mau. Ya udah, aku duluan ya?” aku memandanginya sampai ia tiba di kantin karena memang jarak antara kantin dan kelasku tidak terlalu jauh.
“Ah sudahlah, nanti sepulang sekolah baru kukembalikan pada kak Hafiz.”
Sepulang sekolah, tepat saja aku bertemu kak Hafiz. Aku langsung mengembalikan flashdisk yang kupinjam padanya. Saat itu aku tak bisa bersikap seperti biasanya sehingga kak Hafiz pun heran dan menanyakan kenapa aku berubah padanya.
“Kamu kenapa sih Ta, ada masalah ya?” tentu saja kak Hafiz bertanya seperti itu, sikapku yang biasanya periang dan selalu ceria tiba-tiba menjadi muram dan cemberut.
“Ngga ada masalah apa-apa kok, makasih ya buat flashdisknya”. Aku menjawab dengan nada malas.
“Ok deh kalau emang ngga’ ada apa-apa. Mau pulang bareng?” tawaran yang wajid dilontarkannya setiap kami bertemu sepulang sekolah.
“Ngga’ makasih, hari ini ada latihan teater sampai sore,” belum selesai aku berbicara, tiba-tiba suara handphoneku berbunyi. Ternyata dari bunda, tumben-tumbenan bundaku menelphone.
“Assalamulaukum bunda ada apa?” aku masih heran dengan bunda. “Bunda… bunda kenapa bunda?” Aku hanya mendengan suara tangis bunda di seberang sana. Aku  semakin khawatir mendengar suara tangis bunda.
“Letta.., mbakmu nak. Mbakmu.” Sekarang aku benar-benar merasa panic saat bunda menyebut kata-kata itu.
“Iya bunda, tapu mbak Arini kenapa? Bunda ngomong dong sama Letta. Letta jadi bingung”.
“Mbakmu kecelakaan dan…, dan meninggal Letta. Ayo pulang nak, lihat mbakmu”.
Mendengar perkataan bunda, aku merasa langit akan runtuh menimpaku. Tangan dan seluruh tubuhku gemetar, dan seketika handphone yang kupegang saat itu jatuh begitu saja. Baru saja setahun yang lalu ayah meninggalkan kami, sekarang mbak Arin satu-satunya saudara yang kumiliki meninggalkanku juga.
“Oh tuhan… kenapa semua masalah menimpaku?” Kak Hafiz tentu saja ikut panik melihatku manangis tidak karuan.
“kamu kenapa Letta?” sambil memunguti handphoneku yang terjatuh tadi dan memberikannya lagi padaku. Aku mengambilnya dan langsung berlalri menuju pintu gerbang sekolah dan menyetop angkot yang lewat.
***
Bersambung

Hilal

Phasellus facilisis convallis metus, ut imperdiet augue auctor nec. Duis at velit id augue lobortis porta. Sed varius, enim accumsan aliquam tincidunt, tortor urna vulputate quam, eget finibus urna est in augue.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar