Kali
ini mau cerita beberapa tradisi di kampung saya, khususnya berkaitan
dengan muda-mudi. Beberapa masih bisa kita lihat sampai sekarang.
Beberapa lagi sudah punah. Tidak sembarangan cewek cowok bisa ketemu,
ngobrol, becanda, berduaan. Harus sesuai dengan aturan. Tradisi atau
aturan-aturan sudah disiapkan sejak dulu oleh pendahulu kita. Meski
tidak semua tradisi baik, yang bermanfaat dan baik tentulah perlu
untuk dipelihara. Seperti hubungan muda-mudi saat ini yang sduha
kebablasan. Pacaran sembarangan, belum nikah sudah pegang-pegang.
Melihat hal semacam ini, tentulah wajar kita mengatakan bahwa tradisi
pendahulu kita lebih baik dari yang sekarang.
Midang
Midang itu adalah
ngapelin pacar. Kalau mau ketemu dan ngobrol dengan pujaan hati, cara
yang bisa dilakukan salah satunya dengan midang. Ini salah satu
sarana agar cowok cewek tidak sembarangan dalam mengekspresikan rasa
cintanya. Ada sedikit aturan main yang berbeda di sini. Terutama
masalah waktu, tata caranya, dan isyarat-isyarat yang harus
diperhatikan.
Waktunya dimulai sehabis
solat magrib, ketika imam dan jamaah solat magrib di musola setempat
sudah merampungkan zikir dan doa sesudah solat. Kalau berkunjung
sebelum itu, bisa jadi si cowok ini kena sindir. Tentu saja sebagai
calon menantu harus menunjukkan pribadi yang baik, rajin solat dan
berdoa. Kalau rumah si cowok jauh, umpamanya dari luar desa, lebih
bagus solat di masjid dekat rumah si cewek supaya waktu ketemuna
lebih lama, ngobrolnya bisa lebih luwes, dan supaya tidak kedahuluan
cowok lain. Sebelum azan isya, acaa midangnya harus sudah selesai.
Kalau tidak, ortunya si dia mendeham-deham, artinya time up. Cowok
harus mengerti kode ini. Kalau tetap ngeyel tidak mau udahan,
terpaksa ortunya akan keluar dan menegur, “Nak, udah dulu ya, sudah
masuk waktu isya.” Sebagi calon menantu yang baik, tunjukkan bahwa
dirimu mengerti sopan santun. Segeralah pamit sebelum azan
berkumandang.
Ketika datang ucapkan
salam, perkenalkan diri, dan mohon izin untuk bertemu dengan
putrinya. Masuklah rumah dan duduk setelah dipersilahkan. Ortunya
akan memanggil si dia jika kamu sudah menunjukkan sopan santun. Kalau
si cewek sudah keluar menemuimu, perhatikan hal-hal berikut ini.
Jarak duduk jangan dekat-dekat, supaya kalau ngobrolnya keseruan bisa
menjaga gerakan tangan yang reflex supaya tidak bersentuhan, apalagi
pegang pegang. Jaman dulu, generasi ayah atau kakek kita, kalau
ngapel, posisi duduk cowok dekat pintu masuk, sedangkan cewek
duduknya pojok ruangan.
Selanjutnya jangan
sia-siakan waktu, apalagi kalau dia bunga desa, bakal ada banyak
cowok yang ngantri. Sebagai cowok yang gentleman, kamu harus
memberinya waku juga. Prinsipnya itu cewek boleh dipilih oleh banyak
cowok, tapi cewk berhak juga untuk menentukan pilihan yang terbaik di
antara cowok yang memilihnya. Cowok harus berbesar hati kalau tidak
menjadi pilihan. Karena waktunya sedikit, ungkapkan apa yang kamu
rasakan. Jangan hanya diam, karena selai waktunya semakin lama
semakin habis, maksud dihati tidak bisa tersmpaikan, nanti suasana
seperti kuburan.
Pernah, cerita ini dari
sepupuku, pergi midang. Ketika cewknya sudah keluar dan duduk
bersama, taka ada satu katapun yang keluar, kopi yang dihidangkan
sudah habis, azan isya sebentar lagi berkumandang, terpaksa dia pamit
tanpa satu patah katapun yang keluar. Malam berikutnya dia dating
dengan kawannya. Mungkin maksudnya supaya suasananya tidak setegang
saat sendiri. Benar saja, suasananya cair, tetapi yang cair temannya
dengan ceweknya, dia sendiri tetap beku. Diam-diam cewknya titip
salam lewat temannya ini sama titip pertanyaan juga kayak gini “kok
bajang (pemuda) itu pendiam sekali, ndak pernah ngomong?”
Topik pembicaraan tidak
harus melulu tentang cinta. Basa basi dulu, tambah ada humurnya, tapi
jangan sampai ketawa terbahak-bahak. Ingat, setiap gerak-gerik cowok
akan memiliki nilai sendiri bagi ortunya. Mendapatkan hati anaknya
akan lebih mudah jika sudah mendapatkan hati ortunya. Bagian
terakhir, berpamitanlah pada ortunya kalau hendak balik.
Tradisi-taradisi
yang lain menyusul ya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar