Jumat, 9 Oktober 2016, Masjid Rois Dahlan, Ketawanggede, Malang.
Khutbah kali ini khatib
menasehatkan untuk tidak mudah saling mengumbar aib dan saling menuding. Alangkah
baiknya jika melihat aib orang di jadikan cermin untuk melihat apakah diri kita
juga menyimpan aib.
Khatib pertama-tama mewasiatkan
untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. selanjutnya, dalam
suasana tahun baru, Kita di ajak untuk mengoreksi apa yang sudah kita lakukan
setahun yang telah lalu dan merencanakan apa yang akan kita lakukan setahun
yang akan datang.
Khatib mengajak kita semua untuk
melihat media belakangan ini, banyak tontonan yang menggelitik. Banyak orang
yang cepat membuka aib tanpa ingat dirinya sendiri juga miliki aib. Persatuan nasional
apapun jika masih dengan kebiasaan saling mengumbar aib, mempertahankan ego,
merasa paling benar, organisasinya paling benar, islah nasional tak akan
terjadi. Banyak elit yang berperang dalam hal perdebatan mengenai hal yang
sepele yang menimbulkan kekacauan di tingkat bawah. Mereka ditingkat bawah juga
ikut ribut tanpa mengerti persolan
sesungguhnya. Yanng mereka tonton adalah pimpinan-pimpinan yang bertarung yang
akhlaknya makin menurun.
Agar persatuan nasional ini
terjadi, hal yang perlu dilakukan adalah melihat ke dalam diri kita sendiri ketika
melihat orang lain. Ketika melihat orang lain salah, kita pun bisa salah. Ketika
pemimpin salah, kita pun bisa salah pad saat memegang kepemimpinan. Oleh karena
itu, kita belajar dari apa yg kita lihat agar ketika kita bisa mengantisipasi
kesalahan ketika sudah berada di posisi tertentu.
Aa firman Allah, Innalaha yugoyyiru
maa bikaumin hatta yugayyiruma bianfusihim. Dalam kalimat pertama Allah
menggunakan kata bi kaumin, tapi kalimat terakhir Allah menggunakan kata
anfusihim. Artinya, sehebat apapun
suatu kaum tetapi kalau personalnya tidak pernah berubah, maka kaum itu tidak
akan maju. sehebat apa pun organisi, jika individunya tidak mau berubah, tetap
mengumbar aib, maka tidak akan pernah terhormat dan menghormati yang lain. yang
bisa ditangkap dari uraian di atas adalah jangan terlalu fokus terhadap aib
orang, tetapi lihat lah diri sendiri apakah ada aib yang harus diperbaiki?
Ada beberapa cara untuk
mengetahui bahwa kita punya aib supaya bisa memperbaiki. Ada satu hal yang
telah kita hilangkan yaitu guru. Kita semua harus punya guru yg mampu
memperbaiki akhlak, dan memberi contoh yang nyata. Isyarat Allah dlm Alqur’an. Laqod
kaana lakum fii rasulillahi uswatun hasanah. Rasul, memberi contoh langsung
tanpa mengucapkan saya punya karomah atau mukjizat. Rasul menjawab pertanyaan
sahabat dengan benar tanpa membuka aib orang yang bertanya. Ketika ada sahabat yang
malas solat, Rasul bersabda tanpa menyebut personalnya, bahwa solat yg utama
adalah yg tepat waktu. Insyaalah masih banyak kiyai yang mencontoh seperti
Rasulullah. Hilangkan sifat sombong agar hati terhubung dengan guru.
Selanjutnya cari teman yang punya
bashirah yang benar. Teman Yang mau mengoreksi dengan ikhalas dan tulus. Teman
bisa dalam arti teman kerja, istri, anak, atau keluarga.
Yang paling tau aib kita adalah
musuh. Belajar mengakui bahwa benar kita salah jika memang kesalahan yang
ditunjukkan itu ada pada kita. Kalau pun tidak benar, kita diajarkan untuk
mengoreksi diri. Kalau tidak mau dikoreksi, kita akan seperti syetan. Orang
cerdas berselisih dengan org cerdas, yang mengaku alim berselisih dengan yang mengaku
alim, yang mengaku punya karomah bersilisih dengan yang mengaku punya karomah. Merek
sibuk saling menuding. Para kiyai dan ulama yang benar tidak pernah mengaku
punya karomah.
Terakhir yang membuat mengerti
kita juga punya aib adalah masyarakat kita.
ketika kita melihat ada anggota masyarakat melakukan sesuatu yang tidak
baik, jangan kita mudah melaknat, segera lihat diri kita. Bisa saja suatu saat
kita melakukan kesalah juga. Oleh karena itu ambil pelajaran untuk selalu mawas
diri. Khatib terakhir menasehatkan untu menjaga hawa nafsu, karena jihad yang
besar adalah melawan hawa nafsu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar