Pagi itu saya ke kampus dan
mampir di pameran buku yang ada di depan perpustakaan. Berderet-deret buku yang
terpajang membuatku tertarik. Sebenarnya agak sedikit ragu dan sungkan untuk
datang sekedar melihat-lihat. Uang sakuku untuk bulan ini sudah habis. Hanya
tertinggal beberapa keping uang logam. Tapi, kupikir siapa yang bakal tahu
kalau sedang tak punya duit. Pasang tampang PD saja.
Saya ke sana mau cari inspirasi.
Katanya buku kan jendela dunia. Melongok sejenak ke jendela siapa tahu bisa
melihat pemandangan yang menambah cara pandang. Berbagai kategori buku terjajar
rapi. Fiksi dan nonfiksi. Buku pengembangan diri, novel, cerpen, buku resep
masakan, resep jodoh, dan masih banyak lagi. Saya menghampiri barisan buku
fiksi. Fiksi nyata. Maksudnya cerita berdasarkan pengalaman pribadi. Saya mulai
memilih judul buku yang paling menarik pilihanku jatuh pada buu yang sudah
terpisah dari kembarannya alias tinggal satu eksemplar saja. Melihat judulnya
saja saya sudah mengerti isi di dalamnya. Itu adalah buku yang menghimpun
kisah-kisah para guru yang pernah bertugas di pelosok-pelosok Nusantara.
Sebuah cerita kupilih dari sekian
banyak judul cerita. Sebenarnya saya ingin membaca beberapa cerita. Tetapi
tidak enak dilihat jika membaca terlalu lama. Cerita ini kupilih karena lokasi
tugas guru ini dekat dengan daerahku, satu provinsi. Saya ingin tahu problem
apa yang mereka hadapi.
Ibu guru ini bertugas di
kabupaten Bima, ujung timur pulau Sumabawa sana. Tempat mengajar yang dipilih
memang daerah yang dinilai membutuhkan. Daerah yang membutuhkan contoh
pendidikan, membutuhkan inspirasi agar mereka paham bahwa pendidikan dapat
mendorong mereka menuju kondisi yang lebih baik. Langsung saja, berikut ini
kisah yang penulis bagi dalam ceritanya.
Seorang muridnya yang bernama
(saya lupa namanya J)
sebut saja Rouf mengalami kecelakaan yang menyebabkan tangannya patah. Orang
tuanya yang seperti penduduk lainnya yang mempercayakan urusan sakit tulang
kepada dukun patah tulang, juga mempercayakan pengobatan Rauf kepada dukun patah
tulang. Di bawah pengobatan dukun patah tulang, kondisi tangan Rouf tak kunjung
membaik, malahan semakin parah. Orang tuanya kahirnya membawanya ke rumah
sakit. Dokter masih dinomerduakan. Menurut dokter, jalan satu-satunya dalah
dengan amputasi. Orang tuanya pun setuju. Tangan Rouf jadi diamputasi.
Melihat tangannya diamputasi,
keluguan anak-anaknya muncul. Dia berfikir tangannya akan tumbuh lagi karena
dia masih kecil. Tangannya akan tumbuh seiring perkembangan fisiknya yang akan
menjadi lebih besar. Beberapa minggu Rouf tak bisa ke mana-mana. Dia merasa
malu ke sekolah karena kondisitangan dan terlalu lama sudah tidak masuk.
Teman-teman sekolahnya yang
mengetahui kejadian itu mulai meniru-niru seolah-olah tangannya buntung dengan
memasukkan tangannya di lengan baju. Mereka hanya becanda, tanpa berfikir bahwa
Rouf akan tersakiti jika melihatnya. Ibu guru yang mengetahui kelakuan
murid-muridnya langsung menasehati bahwa hal tersebut tidak baik. Dia menjelaskan
kondisi Rouf yang sekarang sedang bersedih karena kehilangan tangannya dan
belum bisa ikut bermain dengan mereka di sekolah. Sebagai teman yang baik
mereka tidak boleh menghina karena itu akan membuat Rouf sedih. Mereka sebaiknya
menyemangati Rouf dan menghiburnya, seta tetap menjadi teman yang baik agar
Rouf tidak merasa sendiri dan kembali mau bersekolah.
Usaha ibu guru ini berhasil. Dia mengajak
anak-anaknya menjenguk Rouf. Harapannya agar mereka belajar untuk bersimpati
kepada sesame. Benar saja, mereka menjadi sangat hening ketika melihat kondisi
Rouf. Yang keluar dari mulut mereka adalah ajakan agar rouf tidak sedih dan mau
bersekolah lagi. Mereka masih mau bermain dengannya bagaimanapun kondisinya.
Mereka sudah mengerti bagaimana
caranya hadir ketika sahabat sedang membutuhkan hiburan dan penguat. Pelajaran tak
hanya bisa disampaikan dengan kata-kata dan ceramah. Dengan contoh dan langsung
mengamalkan justru seringkali akan lebih meninggalkan pemahaman yang lebih
kuat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar